Jumat, 07 Januari 2011

Hiswana Migas Tolak Kenaikan BBM

Malang
HARIAN BANGSA
Setelah diterbitkan Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah diberlakukan sejak 1 Januari 2011, harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi di Jatim menjadi naik sebesar 10 persen mulai 15 Januari 2011.
Dengan tegas, Ketua Himpunan wiraswasta nasional minyak dan gas bumi (Hiswana Migas) Malang Teuku Rizal Pahlevi menolak kenaikan BBM tersebut.
“Hingga kini, saya belum tahu soal perda itu. karena belum ada sosialisasi dari pihak pemerintah provinsi Jawa Timur,” akunya, Kamis (6/1/2011) siang.

Rizal mengaku, pihaknya pada Rabu (12/1/2011) depan, memang diundang pihak provinsi Jawa Timur. “Mungkin untuk sosialisasi itu. pokoknya diajak bicara soal Perda itu saja saya tidak pernah,” akunya tegas.
Dalam Perda Pajak Daerah itu, mencakup lima jenis pajak yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajar Air Permukaan (PAP) dan Pajak Rokok. Hanya untuk pajak rokok yang baru diberlakukan di Jatim mulai 2014 mendatang.
Di Indonesia kata Rizal, memang berbeda dengan luar negeri. Kalau di luar negeri, memang terjadi naik turun setiap hari. Tetapi kalau di Indoensia naik turunnya hanya setiap 2 minggu sekali. “Mungkin kalau di Indonesia, biar masyarakatnya tidak bingung,” jelasnya.
Namun, kalau di Jatim ada Perda yang mengatur kenaikan harga BBM yang akan dikenaikan pada 15 Januari nanti, itu tidak akan terealisasi. “Pasti akan amburadul dan akan mendapat protes dari masyarakat. Pasti masyarakat tak akan menerimanya,” terangnya.
Mengapa? Karena jelas Rizal, kondisi ekonomi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah sekali. “Kalau terjadi kenaikan pada harga BBM, akan berpengaruh pada kenaikan Sembako. Makanya masyarakat akan menolaknya,” katanya.
Yang paling disayangkan Rizal, karena pihak provinsi hingga Perda itu ditetapkan, belum ada sosialisasi. “Yang jelas, kami menolaknya dengan tegas. Soal sikap kami, masih akan koordinasi dengan pihak provinsi Jatim. Kami akan lihat dulu Perdanya,” katanya.
Untuk sementara, alasan penolakan Hiswana Migas Malang itu tambah Rizal, pertama, karena kalau harga BBM naik, akan membebani masyarakat. “Kedua, karena tingkat sesejahteraan masyarakat Indoensia terutama Jatim, masih rendah. Masyarakat akan resah dengan kenaikan itu,” akunya.
Imbas berlakunya UU 28/2009 dan Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan nonsubsidi akan naik sebesar 10 persen mulai 15 Januari 2011.
Khusus untuk Jatim yang mengalami kenaikan masih BBM yang nonsubsidi (bahan bakar khusus), meski dalam UU-nya tidak membedakan BBM subsidi dan nonsubsidi.
Dalam Perda Pajak Daerah itu, mencakup lima jenis pajak yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajar Air Permukaan (PAP) dan Pajak Rokok. Hanya untuk pajak rokok yang baru diberlakukan di Jatim mulai 2014 mendatang.
Pertamina, Kadin Jatim dan Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya (LPKS) menuding langkah Pemprov Jatim dalam menaikkan PBBKB sebesar 5 persen pada 2011 minim sosialisasi. Apa komentar Pemprov Jatim?
"Yang bilang minim sosialisasi itu kan bahasanya Pertamina. Kami telah lakukan sosialisasi kenaikan sejumlah pajak daerah sejak Oktober-Desember 2010. UPT Dispenda se-Jatim telah sosialisasi seluruh daerah, tapi memang banyak pengusaha SPBU atau depo Pertamina yang tidak datang saat sosialisasi," kata Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Jatim Anak Agung Gde Raka Wija, Kamis (6/1).
Diberitakan sebelumnya, Asistant External Relation Manager PT Pertamina Area Jatim-Bali-Nusra, Eviyanti Rofraida mengatakan, Pertamina baru menerapkan kenaikan PBBKB per 15 Januari 2011, mengingat kebijakan Pemprov Jatim itu minim sosialisasi.
"Jika Pertamina bilang 15 Januari baru diberlakukan, tidak demikian halnya dengan Pemprov Jatim. Kami tegaskan kenaikan sejumlah pajak daerah telah berlaku sejak 1 Januari 2011. Pada 15 Januari itu kan bahasa Pertamina saja yang tidak siap di lapangan," tegasnya.
Padahal, per 1 Januari 2011 harga BBM nonsubsidi seperti pertamax dan pertamax plus sudah mengalami kenaikan pascakenaikan harga minyak dunia. Harga pertamax kini Rp 7.850 per liter, pertamax plus Rp 8.200 per liter, bio pertamax Rp 7.850 per liter dan pertamina dex Rp 8.300 per liter
Dispenda Jatim akan membahas masalah kenaikan pajak daerah ini dengan pemerintah pusat pada Kamis (6/1/2011) malam ini di sebuah hotel di Surabaya. Sayangnya, acara itu dirahasiakan lokasinya dan tertutup untuk rekan media. Dari Pemprov akan diwakili Sekdaprov Jatim Rasiyo dan Kadispenda Jatim.


BBM Naik, Warga Daerah Terpencil Was was

Kamis, 06 Januari 2011 15:32:56 WIB
Reporter : Harry Purwanto

Lumajang (beritajatim.com) - Menyusul Pemprov Jawa Timur segera memberlakukan Perda no. 9/2010 soal Pajak Daerah yang akan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sebesar 10 persen pada 15 Januari 2011, ternyata dampaknya dirasakan sejumlah masyarakat yang tinggal di daerah terpencil yang sarana jalan serta transporatasinya belum memadai, khususnya dikaki Gunung Semeru.

Bahkan harga BBM jenis Premium di tingkat SPBU Rp 4.500, untuk di Desa Argosari Kecamatan Senduro harga Premium sudah menembus harga Rp 8.000. Apalagi jika sampai dinaikan 10 persen, harga bensin per liter atau per botol minuman keras di daerah tertinggal bisa mencapai Rp 10.000.

"Kalau harga BBM dinaikan, bisa-bisa harga bensin disini bisa mencapi 10 ribu lebih per-liternya," kata Sutoyo warga Desa Argosari Kecamatan Senduro ditemui di SPBU Desa Petahunan kecamatan Sumbersuko saat kulakan Bensin, Kamis (06/01/2011).

Dia menambahkan, sebenarnya pemerintah daerah sebelum menaikan harga BBM, harus turun ke daerah terpencil yang mana harga bensin sudah naik lebih dari 10 persen dahulu. Jika sampai harga BBM naik, yang jelas perekonomian warga di daerah terpencil akan semakin menjerit, khususnya Argosari dimana harga kebutuhan pokok mahal.

"Kalau harga BBM naik, yang jelas kebutuhan Pokok akan mahal juga di daerah terpencil, sedangkan warga di daerah terpencil seperti kami hanya berkerja sebagai petani sayuran," ungak Sutoyo.

Hal senada juga disampaikan, Kirun warga Desa Jeruk Kecamatan Gucialit, harga bensin di SPBU per liternya Rp 4.500, jika diecer oleh agen dijual Rp 5.000 perliter yang dekar dengan SPBU. Berbeda dengan derah terpencil, harga BBM jenis Premium bisa menjadi Rp 6.000 perliter, kalau sampai langkah bisa tembus Rp 8.000. "Kalau sampaik harga BBM naik, trus bagaimana nasib warga daerah terpencil," tutur Kirun saat bertemu di Pasar klakah.

Sementara itu, Kabag ekonomi Pemkab Lumajang, Nurul Huda mengatakan, untuk kenaikan BBM sebesar 10 persen, bukan untuk kendaran roda 2 dan roda 4 berplat kuning. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dengan perda daerah no 9/2010. "Masyarakat tidak perlu khawatir, kenaikan BBM tidak ada tetapi hanya pencabutan non subsidi pada kendarana roda 4 berplat hitam saja," tuturnya.

Sedangkan bagi masyarakt di daerah terpencil, tambah Nurul, tidak perlu khawatir karena Perda no 9/ 2010 di Jawa Timur akan berlaku pada pertengah tahun 2011. "Informasi yang saya dapat, perda itu akan berlaku di Jabotabek per bulan April, sedangkan Jawa Timur masih pertengahan tahun dan itu untuk roda 4 berplat hitam," pungkasnya. [har/kun]

Kenaikan Harga BBM Hantui Bisnis Motor dan SPBU

Kamis, 06 Januari 2011 12:59:39 WIB
Reporter : Harisandi Savari

Pamekasan (beritajatim.com) - Sejumlah kalangan yang melakoni bisnis motor dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Pamekasan mulai mengkhawatirkan penerapan pajak dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), sebesar 10 persen pada 15 Januari 2011 mendatang.

Kenaikan pajak yang dibarengi meningkatnya harga BBM itu, didasari Perda No. 9/2010 soal Pajak Daerah yang sejatinya telah diberlakukan sejak 1 Januari lalu, namun diundur pada 15 Januari.

Pemilik Dealer Mitra Setia Motor, Achmad Sanusi pada beritajatim.com mengatakan, kenaikan pajak sebesar 10 persen, akan menghadang laju penjualan di daerah. Kenaikkan harga BBM dinilai akan memicu kenaikan tingkat suku bunga pinjaman.

"Nantinya Bisa mencapai 20 persen per unit. Ini akan menjadi persoalan serius, sebab pembelian motor banyak dilakukan melalui kredit. Tetapi, sampai saat ini, kami masih tidak tahu harga baru baik dari pemda maupun samsat," katanya, Kamis (6/1/2011).

Dikatakan, meski ada kenaikan pajak 10 persen, dirinya sepenuhnya mendukung kebijakan yang telah ditetapkan. Bagaimanapun, kata Sanusi, hal ini untuk membantu keuangan negara. "Setiap kebijakan, memang ada imbasnya. Apalagi, masyarakat Madura, yang ekonominya terbilang lemah. Tapi, yang menjadi pertanyaan, apa masyarakat harus terus menjadi korban kebijakan," tandasnya.

Ia mengingatkan, dengan adanya kenaikan pajak ini, maka secara tidak langsung proses produksi dapat menurun dan tentu akan berdampak pada sektor pekerja. Sebab, jika nilai rupiah terus melemah dan menjadi stagnan dinilai yang tinggi dalam tiga bulan dan tidak turun bisa saja berdampak pada naiknya harga kendaraan.

Sanusi yang juga Pemilik SPBU Bugih ini mengaku, kenaikan pajak dan harga BBM juga berpengaruh pada SPBU. Pasalnya, setiap hari, hasil yang didapat akan dipotong PPN.

"Jika kita terima keuntungan Rp 100 juta/bulan, yang harus disetorkan kan harus Rp 10 juta. Ini masih lain dampak yang terjadi pada masyarakat. Ya kalau yang berada di kota bisa menerima, tapi kalau yang di desa?" tandasnya.

Kabag Perekonomian Pamekasan, John Julianto mengatakan, kebijakan kenaikan pajak dan harga BBM merupakan kebijakan dari pusat. Untuk pemerintah daerah, hanya melakukan berbagai antisipasi, bagaimana menjaga distribusi BBM tidak carut-marut.

"Kami sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Intinya, hanya menjaga pendistribusian dan menertibkan saja. Sehingga, kenaikan harga tidak memperkeruh suasana," pungkasnya.

Ditulis oleh Harian Bangsa

1 komentar:

  1. Naik Lagi Naik Lagi , . . . Rakyat kecil menjerit . .

    Infonya bagus . . Lagi semangat-semangatnya ngeBLOG nih . . :)

    UJI SERTIFIKASI GURU
    INFO PENDATAAN DIKDAS
    Berita Pendidikan Indonesia

    BalasHapus